Perumpamaan Orang Buta, Tuli, dan Mati (Bagian 1)

                                                 (Sumber gambar: canva.com)
 

Ketetapan Allah tidak boleh dilanggar dan mau tidak mau manusia harus aslama, tunduk patuh pada sistem yang Allah ciptakan pada alam semesta di mana manusia berada di dalamnya.


Ulil Albab menyatakan  sikapnnya innanaa sami'naa, kalimat ini sangat bermakna. Innanaa sami'naa, sesungguhnya kami telah mendengar. Persoalannya sekarang  mendengar apa? Mendengar seruan siapa?


Hukum, perintah dan ajakan Allah, rabbanaa innanaa sami'naa; wahai Rabb kami sesungguhnya kami telah mendengar. Kata-kata sami'na (kami mendengar), mengandung makna yang sangat dalam. Orang disebut mendengar apabila dia memahami suatu perkataan.


Baca juga:  Respons Alquran Terhadap Tabiat Ahli Kitab


Dikatakan mendengar apabila dia mengikuti panggilan, ajakan atau seruan. Dikatakan sami'na atau mendengar tatkala dia memahami dan sadar akan kebenaran dari ajakan itu. Innanaa sami'naa, sesungguhnya kami mendengar. Singkat katanya tetapi mengandung makna yang dalam.


Seseorang tidak disebut mendengar manakala diajak untuk hidup menurut aturan Allah. Diserukan untuk kembali kepada jalan kebenaran  yang menjadi fitrah dirinya, tetapi dia menolak.


Orang yang mendengar adalah, tatkala diberi peringatan agar meninggalkan cara hidup yang lama untuk kembali kepada Allah, dalam arti kembali hidup menurut tata-aturan yang Allah ciptakan bagi dirinya, maka dia mengatakan innanaa samiinaa; sesungguhnya kami telah mendengar.


Baca juga: Alquran dan Ruhul Qudus


Itulah sebabnya Allah mengatakan bahwa manusia itu memiliki alat pendengaran, penglihatan dan qolbu.  Tetapi  mereka punya mata  tidak melihat, punya telinga tetapi tidak mendengar, pikirannya telah menjadi batu dan mati; karena dia tidak mau mengikuti jalan Allah dengan bukti-bukti yang terang, fakta-fakta yang jelas bahwa Dien Allah  ini adalah tata cara hidup yang haq.


Tidak ada sekecil apapun makhluk-makhluk di alam semesta yang menentang sistem Allah, kecuali manusia. Kepada manusia yang menentangnya,  Allah mengatakan dia  orang buta, tuli dan bisu bahkan Allah menegaskan dia sama  seperti orang mati.


Yesus berkata: "Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya masuk ke dalam lobang". Kalau sudah sampai pada tingkat di mana orang sudah tidak lagi menggunakan akal pikirannya, bagi Allah itulah orang mati. Kalau sudah mati akal yang seperti ini, maka Allah mengatakan: "Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang mati mendengar dan tidak pula orang tuli mendengar panggilan" (QS. An-Naml:80)


Baca juga: Kerajaan Allah, Hukum dan Dosa


Apakah engkau akan menghidupkan orang mati padahal dia tidak punya akal pikiran? Itulah definisi maut yang dimaksud oleh Allah, yaitu orang yang tidak mau menggunakan akal pikirannya untuk memahami ajakan, seruan dan peringatan Allah. Lagi,  Yesus berkata: "Biarlah orang mati menguburkan orang mati "(Lukas 9:60)  


Bagi seorang Ulil Albab komentarnya adalah rabbanaa innanaa sami'naa. Pertanyaannya menjadi, sami'naa (mendengar) apa?. Tentu saja mendengar  munaadiyan yunaadii lil-iimaan, yaitu kepada panggilan, ajakan, dan  seruan Allah.


Menerima seruan dari Allah dan RasulNya agar dirinya menjadi manusia yang beriman dalam arti menerima Dien Allah, tunduk patuh kepada hukumNya. Untuk apa? Tentu saja an aaminuu birabbikum agar kamu beriman kepada Rabb kamu.


Baca juga: Tuduhan Terhadap Maryam dan Pembelaan Isa Al- Masih


Orang beriman yang dimaksud adalah  yang sadar, mengerti, dan mengenal Allah. An anminuu birabbikum  maksudnya agar manusia tunduk patuh kepada Allah Robbul 'alamin, Allah pencipta alam semesta.


Andi Zulfitriadi (Founder Teodisi)

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama

Saran dan Masukan