Ketetapan Allah tidak boleh dilanggar dan mau tidak mau manusia harus aslama, tunduk patuh pada sistem yang Allah ciptakan pada alam semesta di mana manusia berada di dalamnya.
Ulil Albab
menyatakan sikapnnya innanaa sami'naa, kalimat ini
sangat bermakna. Innanaa sami'naa, sesungguhnya kami telah
mendengar. Persoalannya sekarang mendengar apa? Mendengar seruan
siapa?
Hukum, perintah dan ajakan Allah, rabbanaa innanaa sami'naa;
wahai Rabb kami sesungguhnya kami telah mendengar. Kata-kata sami'na (kami mendengar), mengandung
makna yang sangat dalam. Orang disebut mendengar apabila dia memahami suatu
perkataan.
Baca juga: Respons Alquran Terhadap Tabiat Ahli Kitab
Dikatakan mendengar
apabila dia mengikuti panggilan, ajakan atau seruan. Dikatakan sami'na atau mendengar tatkala dia memahami
dan sadar akan kebenaran dari ajakan itu. Innanaa sami'naa, sesungguhnya kami mendengar. Singkat katanya
tetapi mengandung makna yang dalam.
Seseorang tidak disebut
mendengar manakala diajak untuk hidup menurut aturan Allah. Diserukan untuk kembali
kepada jalan kebenaran yang menjadi fitrah dirinya, tetapi dia menolak.
Orang yang mendengar
adalah, tatkala diberi peringatan agar meninggalkan cara hidup yang lama untuk kembali
kepada Allah, dalam arti kembali hidup menurut tata-aturan yang Allah ciptakan bagi dirinya,
maka dia mengatakan innanaa samiinaa;
sesungguhnya kami telah mendengar.
Baca juga: Alquran dan Ruhul Qudus
Itulah sebabnya Allah mengatakan
bahwa manusia itu memiliki alat pendengaran, penglihatan dan qolbu. Tetapi mereka punya mata tidak melihat, punya telinga tetapi tidak mendengar,
pikirannya telah menjadi batu dan mati; karena dia tidak mau mengikuti jalan Allah dengan bukti-bukti yang terang, fakta-fakta
yang jelas bahwa Dien Allah ini adalah tata cara hidup yang haq.
Tidak ada sekecil apapun
makhluk-makhluk di alam semesta yang menentang sistem Allah, kecuali manusia. Kepada manusia yang menentangnya, Allah mengatakan dia orang buta, tuli dan bisu
bahkan Allah menegaskan dia sama seperti orang mati.
Yesus berkata: "Jika orang buta menuntun
orang buta, pasti keduanya masuk ke dalam lobang". Kalau sudah sampai pada
tingkat di mana orang sudah tidak lagi menggunakan akal pikirannya, bagi Allah
itulah orang mati. Kalau sudah mati akal yang seperti ini, maka Allah mengatakan:
"Sesungguhnya kamu tidak dapat
menjadikan orang mati mendengar dan tidak pula orang tuli mendengar panggilan"
(QS. An-Naml:80)
Baca juga: Kerajaan Allah, Hukum dan Dosa
Apakah engkau akan
menghidupkan orang mati padahal dia tidak punya akal pikiran? Itulah definisi
maut yang dimaksud oleh Allah, yaitu orang yang tidak mau menggunakan akal
pikirannya untuk memahami ajakan, seruan dan peringatan Allah. Lagi, Yesus berkata: "Biarlah orang mati menguburkan orang mati "(Lukas 9:60)
Bagi seorang Ulil
Albab komentarnya adalah rabbanaa innanaa
sami'naa. Pertanyaannya menjadi, sami'naa
(mendengar) apa?. Tentu saja mendengar munaadiyan yunaadii lil-iimaan, yaitu kepada panggilan, ajakan,
dan seruan Allah.
Menerima seruan dari
Allah dan RasulNya agar dirinya menjadi manusia yang beriman dalam arti
menerima Dien Allah, tunduk patuh
kepada hukumNya. Untuk apa? Tentu saja an
aaminuu birabbikum agar kamu beriman kepada Rabb kamu.
Baca juga: Tuduhan Terhadap Maryam dan Pembelaan Isa Al- Masih
Orang beriman yang dimaksud adalah yang sadar, mengerti, dan mengenal Allah. An anminuu birabbikum maksudnya agar manusia tunduk patuh
kepada Allah Robbul 'alamin, Allah
pencipta alam semesta.
Andi Zulfitriadi (Founder Teodisi)
Posting Komentar