Teodisi.com : Inti dari ajaran Islam adalah dunia nilai, yaitu ukuran haq dan batil, benar dan salah, baik dan buruk.
Kebenaran itu dari Rabbmu (Al-Quran), maka janganlah kamu menjadi orang-orang yang ragu terhadap Al-Quran (QS. 2/147)
Masalah benar dan salah, baik dan buruk, merupakan masalah kualitatif yang sifatnya sangat sentimentil, subyektif, dan kondisional. Oleh sebab itu, Allah menurunkan timbangan (miqdar) yang harus dijadikan qadar atau tolok ukur oleh manusia, yaitu Kebenaran. Inilah rahmat Allah yang terbesar yang diberikan kepada manusia.
Masyarakat jahiliyah adalah orang-orang yang merasa beriman kepada Allah, mereka mengimani Lima Rukun Iman tetapi dalam kesehariannya mereka tunduk patuh kepada ilah (tuan) selain Allah, Tuan Semesta Alam.
Baca Juga : Apa itu Musyrik ?
Perbuatan syirik bukan tidak mengakui eksistensi Allah sebagai Pencipta alam semesta. Syirik adalah mengakui adanya ilah lain selain Allah, ada Rabb lain selain Allah, dan ada Malik lain selain Allah.
Secara biologis, manusia adalah makhluk yang dicipta untuk dapat berkembang menuju paripurna sebagai insan kamil, yaitu manusia yang berakhlak Tuan Semesta Alam.
Seandainya manusia karena intelektualitasnya, merasa cukup sempurna dan tidak memerlukan apa-apa lagi dari Rabbnya, berarti dia memutuskan shilah (hubungan) dengan Rabbnya. Sikap seperti ini disebut "thagha"; takabur atau sombong, karena merasa sudah menjadi makhluk mandiri tanpa pertolongan Allah.
Baca Juga : Sejak Kapan Anda Beriman ?
Kemampuan berpikir manusia bukanlah akhir dari proses perkembangan jiwa manusia. Sempurnanya manusia adalah ketika ia mengabdi seutuhnya kepada "ma'bud-nya" manusia, yaitu Allah.
Thagha; manusia yang melampaui batas fitrahnya. Bentuk jamak dari thagha adalah "Thaghut". Sehingga thaghut bukanlah berhala atau patung. Menurut Kitab Suci, thaghut adalah mereka yang tidak mau menerima Al-Quran sebagai miqdar al-haq; tidak mau menjadikan Kitab Allah sebagai ukuran keadilan, hukum dan jalan yang lurus.
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya QS.4/60
Tatkala mereka mengadakan musyawarah dalam hal muamalah, politik, ekonomi, sosial, budaya dan hukum, yang digunakan sebagai dasar pemikirannya adalah teori-teori yang dikarang oleh orang orang besar mereka.
Ayat-ayat Allah yang ada di dalam Taurat, Injil, dan Shuhuf Ibrahim bahkan dalam Al-Quran tidak mendapat tempat di tengah masyarakat dunia.
Kehidupan dunia politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hukum bangsa musyrik lepas dari nilai, moral, dan wahyu Allah. Keterlepasan itu membuat aktivitas muamalahnya tidak terikat dengan hukum-hukum Allah. Ilmu, ruang kerjanya adalah rasio dan akal; sedangkan dalam dunia akal, kaidah moral tidak diperlukan.
Baca Juga : Menjadi Saksi-Saksi Allah
Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika dalam dunia politik berbagai cara -benar atau salah, baik atau buruk, halal untuk dilakukan. Dinamika politik yang penuh dengan intrik kekuasaan terlepas dari nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
Ilmu pengetahuan (rasionalitas) tidak mampu menyentuh daerah akhlak. Dalam dunia ekonomi yang berlaku adalah prinsip ekonomi yang hanya berdasarkan pada pertimbangan untung rugi.
Nilai-nilai ihsan, yaitu naluri untuk berbuat baik kepada sesama manusia menjadi tumpul, simpul ikatan persahabatan terurai, bahkan ikatan saudara sekandung pun terputus. Jika dalam dunia hukum manusia melepaskan hubungannya dengan Allah, sang hakim tanpa beban moral dapat mempermainkan hukum demi kepentingan hawa nafsu pribadi dan atau golongannya.
Posting Komentar