Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945 telah menetapkan Pancasila sebagai dasar negara berdasarkan pidato Ir. Soekarno pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 yang sekaligus menetapkan pada tanggal tersebut, 1 Juni 1945, merupakan hari lahir Pancasila. “Sejak saat itu, 77 tahun sudah Pancasila yang disimbolkan sebagai burung garuda yang mencengkram pita dengan perisai di dada yang sarat akan nilai-nilai filosofis, hadir dan bertengger sebagai falsafah dasar NKRI. Simbol kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia.
Namun dalam kenyataannya setelah hampir 8 dasawarsa kebersamaan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara belum mampu memberikan perubahan yang berarti.
Disadari atau tidak, nilai-nilai luhur yang termaktub dalam Pancasila sebagai cermin kepribadian bangsa perlahan mulai luntur dan ditinggalkan oleh hampir seluruh anak bangsa sehingga cita-cita luhur yang menjadi dambaan bersama masih jauh dan semakin jauh dari kenyataan.
Pancasila sejatinya telah sempurna. Akan tetapi untuk sebagian orang yang hidup di Republik ini, Pancasila dianggap "terlalu sempurna” karena nilai-nilai dan cita-cita yang termuat terkesan seolah-olah gagasan yang bersifat utopis dari para founding father bangsa ini.
Nilai filosofis pada tiap-tiap sila dalam Pancasila enggan melekat yang semakin memudar dan hampa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah akibat interprestasl akan makna nilai yang terkandung kurang dan bahkan tidak tepat sehingga kegagalan menangkap makna tersebut berlanjut menjadi kendala dalam penerapannya.
Maka dari itu perlu kiranya ada upaya pendekatan Interprestasi akan makna lima sila tersebut yang lebih jelas dan nyata agar dapat menggugah kesadaran anak bangsa untuk menjelma menjadi anak bangsa yang Pancasilais.
Hal pertama dan utama dalam rangka menghidupkan kembali nilai-nilai — Pancasila adalah dengan merekonstruksi pemahaman yang hakiki dari sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila yang menjadi inti dari seluruh sila yang ada pada Pancasila. Mengenal dan memahami keberadaan Tuhan dalam kehidupan di mana kita terlibat di dalamnya merupakan hal yang mutlak untuk disadari sebagai langkah awal dalam memahami poin Ketuhanan.
Sayangnya, cara pandang dogmatis yang ditanamkan oleh golongan orang-orang yang merasa suci dan merasa paling berhak berbicara tentang Tuhan, masih mendominasi cara berpikir manusia dalam upaya mengenal Tuhan.
Cara pandang usang dan tidak relevan yang justru menciptakan jarak yang semakin menjauhkan manusia dengan Tuhan. Dan konyolnya dalam memaksakan kebenaran akan Tuhan menurut persepsi masing-masing hingga golongan-golongan tersebut sering saling berbenturan di kalangan mereka sendiri.
Tuhan punya metode sendiri dalam mengenalkan dirinya sendiri dengan mengutus orang-orang pilihan-Nya di setiap zaman secara bergantian yang menjadi perantara untuk berbicara kepada ummat manusia di mana ajaran yang di bawa tersebut hari ini telah sampai kepada kita dalam bentuk kitab suci.
Dengan kata lain, Satu-satunya cara untuk mengenal Tuhan dengan segala kebenaran tentang-Nya hanya melalui ajaran-Nya yang termaktub dalam Kitab Suci-Nya.
Khususnya kitab-kitab yang diturunkan melalui garis keturunan Abraham selaku monoteis sejati, peletak dasar ajaran kebenaran Tuhan yang universal. Tentunya dalam membaca dan memahami kitab suci tersebut harus dengan cara kitab suci itu sendiri dan tebebas dari belenggu dogmatis.
Dengan kembali memahami nilai-nilai "Ketuhanan Yang Maha Esa" secara hakiki maka tidak sulit untuk “ melangkah menuju sila-sila berikutnya secara berurutan guna menerapkan sebagai nilai-nilai luhur dalam kehidupan bagi bangsa ini dan bahkan tidak mustahil akan menjadi nilai-nilai luhur yang universal bagi seluruh dunia.
Mengadopsi kebenaran tentang Ketuhanan dalam kehidupan kita maka otomatis akan membentuk karakter "Manusia-manusia Yang Adil dan Beradab” yang saling menghargai dan menghormati keberagaman yang ada dengan semangat “Persatuan” dalam wujud “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijkasanaan"” guna mencapai cita-cita bersama, yakni “Keadilan Sosial” yang merata dalam kondisi kehidupan yang damai : sejahtera.
Aly
Posting Komentar