Teodisi : Nusantara merupakan dataran bumi yang merupakan kepulauan terbesar didunia yang memiliki sebanyak 17000an pulau yang terbentang luasnya diapit oleh dua benua dan dua samudera, pada iklim tropis tentu tanahnya begitu subur dan kaya akan sumberdaya alam. Selain itu Nusantara juga memiliki suku, ras, etnis dan adat istiadat menandakan daerah ini begitu maju pesat peradabannya, sehingga Prof. Arysio Santos menyebutnya Atlantis Yang Hilang.
Pada masa kolonial, Nusantara menjadi daerah idam-idaman para bangsa-bangsa lainnya yang hendak menguasai segala kekayaannya, dan upaya itu berhasil hingga sekarang Nusantara sudah digerus oleh bangsa lain tak hanya kekayaan alam tapi juga nilai-nilai luhur yang mengandung kebenaran dilunturkan dengan penanaman ideologi bangsa-bangsa yang silih berganti menduduki Nusantara.
Memang dahulu Bangsa Nusantara merupakan satu entitas kerajaan politik yang gilang-gemilang. Hanya saja seiring perjalanan waktu dan hukum peradaban, elemen kekuatan yang dimiliki bangsa ini sirna satu demi satu. Barisan pertahanan alamnya mampu ditaklukkan dengan kecanggihan teknologi dan kedigdayaan manusianya mampu dilemahkan dengan ideologi jahat.
Tak ayal semua punggawa Kerajaan Nusantara mewariskan sebuah penantian kepada keturunannya sebuah mimpi besar dan keyakinan akan roda pergiliran peradaban yakni kejayaan Nusantara dibawah pandu Ratu Adil. Kejayaan Nusantara ini sejalan dengan nubuatan para Nabi akan kebangkitan peradaban baru di akhir zaman yang berada di negeri sebelah Timur, yakni Nusantara. Nubuatan ini juga diperkuat oleh nubuatan dalam kitab-kitab karya para leluhur Nusantara. Mulai dari Jangka Jayabaya, ramalan Sabda Palon-Noyogenggong, Serat Darmogandul, Uga wangsit Siliwangi, hingga ramalan Ronggowarsito tentang Satrio Piningit, yang kesemuanya berbicara akan “berita gembira” tentang akan datangnya kebangkitan dan kejayaan Nusantara sebagai Mercusuar Dunia menjadi Negeri yang damai sejahtera, berdasarkan nilai-nilai Kebenaran Universal yang bersumber dari Tuan Semesta Alam, Tuhan Yang Maha Esa. Jika hari ini banyak orang mulai membicarakan hal tersebut, karena memang kondisi alamnya sudah sangat mendukung, dan waktunya sudah dekat.
Kita memahami bahwa semua ciptaanNya yang hidup pasti akan menemui mati, semua yang lahir akan menyongsong kematiannya. Semua terikat pada hukum alam yang sudah ditentukan kadar dan waktu oleh Sang Pencipta. Manusia sebagai hewan yang berpikir kata Aristoteles, memang sama seperti makhluk biologis layaknya hewan ternak, bahkan ada 8 subsistem dalam tubuh hewan ternak ada juga pada manusia. Manusia sebagai makhluk sosial pasti akan bergantungan dengan manusia lainnya, akhirnya mereka berkumpul dan bersepakat akan satu visi misi hidup untuk meraih satu tujuan. Namun jika ada sekelompok lainnya berbeda dan ingin berkoloni juga lalu dinyatakan didepan kelompok lainnya maka inilah awal perpecahan dan kehancuran serta songsongan kematian.
Hanyalah orang buta dan mabuk saja yang tak melihat dan sadar saat ini menjadi zaman edan, serba kesusahan, ketertindasan dan kepayahan, ada yang menyebutnya zaman kegelapan, kalabendu, zaman goro-goro. Ini disebabkan manusia tidak hidup pada cahaya penerang kehidupan yang sudah digariskan olehNya, sehingga manusia tak mampu membedakan yang mana jalan yang benar sesuai dengan kehendakNya.
Kondisi bangsa dan masyarakat semakin terpuruk hampir tiada lagi yang dapat diteladani sebagai punggawa terdepan. Kebanyakan manusia sudah meninggalkan nilai kebenaran yang ajarkan para utusanNya. Para Umara dan Ulama justru banyak yang masuk pada hingar bingar kezaliman dan kemunafikan, sebagian lagi bersembunyi dan tak berani menyiarkan yang benar. Manusia menjalani hidup dikala ujung tebing kebinasaan dan dirundung maslaah yang kunjung reda.
Inilah zaman yang dalam serat ramalan Jayabaya digambarkan “Ukuman ratu ora adil, akeh pangkat jabat-jabil, kelakuan padha ganjil, sing apik padha kepencil, akarya apik manungsa isin, luwih utama ngapusi”. Yang diterjemahkan; “Hukuman raja tidak adil, banyak yang berpangkat, jahat dan jahil, tingkah lakunya semua ganjil, yang baik terkucil, berbuat baik manusia malah malu, lebih baik menipu.
Banyaknya “orang baik” tak cukup mampu membawa kebaikan bagi khalayak ramai. Keserakahan individu dan sekelompok kecil orang-orang kaya yang berkuasa membawa kehidupan sebuah bangsa makin masuk ke dalam kalabendu, zaman penuh kesengsaraan. Banyak harapan diberikan pangarsa, tetapi tak satu pun terwujud, kecuali pohon-pohon yang hanya berbuah masalah.
Untuk itu seruan kepada seluruh elemen Nusantara, mari kita hidup selaras mengabdikan diri dengan blueprintNya, karena tak ada yang luput dan lalai dariNya, tek ada jalan lain selain kembali kepada Sang Maha Kasih dan Penyayang. DIAlah yang Maha Segalanya, mari kita jadikan DIA adalah sandaran dan bergantung padaNya dimulai dengan bersatupadunya manusia dengan kecerdasan spiritual dan emosional.
ini adalah modal awal sekaligus bahan baku jiwa kesatria yang sanggup berkorban harta dan diri untuk mengabdikan diri hanya kepada-Nya dengan memperhatikan dan mengutamakan hak hidup banyak orang.
Kekacauan hidup, ketidakadilan dan kezaliman itu sesungguhnya adalah prakondisi suatu bangsa menjelang kehadiran Sang Ratu Adil. Siapa atau apakah dia? Bagaimana karakteristik Ratu Adil sehingga dia diyakini banyak orang bahwa ia benar-benar akan datang untuk menebus kalabendu (zaman kegelapan) menjadi zaman kalasuba (zaman pencerahan)?
To be Continue…
RP.
Posting Komentar