Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling canggih (terbaik) dengan akal yang dimilikinya, serta menjadi pembeda dari makhluk-makhluk lainnya di muka bumi.
Akal dapat berfungsi dengan maksimal apabila mendapat bantuan dari telinga (pendengaran) dan mata (penglihatan). Tiga institusi tersebut harus difungsikan sebagai sarana berpikir, berkata, dan berprilaku, serta meningkatkan derajat dihadapan sang pencipta.
kamaaa arsalnaa fiikum Rasuulam minkum yatluu 'alaikum aayaatina wa yuzakkiikum wa yu'alli mukumul kitaaba wal hikmata wa yu'allimukum maa lam takuunuu ta'lamuun
Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui. (Al-Baqarah 151)
Ayat di atas menegaskan dua hal. Pertama, diutusnya seorang Rasul untuk membacakan ayat-ayat Allah agar manusia kembali kepada tujuan penciptaannya yakni sebagai hamba dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya Ilah. Kedua, sebagai latihan untuk melahirkan akhlak yang sempurna. Menyucikan (membersihkan) jiwa dari hal-hal yang kotor, yang dimaksud membersihkan jiwa yang kotor adalah membersihkan pemahaman yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.
Rasulullah bersabda:
Ala wa inna fil jasadi mudhghatan, idza shalahata shalahal jasadu kulluhu,wa idza fasadat fasadal jasadu kulluhu, ala wahiyal qalbu
“Ketahuilah, bahwa dalam tubuh manusia terdapat segumpal (daging), yang kalau segumpal daging itu baik maka akan baik seluruh (anggota) tubuhnya, dan jika segumpal daging itu buruk maka akan buruk seluruh (anggota) tubuhnya), ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah qalbu (manusia)“. (Hadits)
Ketika qalbu (otak) kita baik, akan mempengaruhi seluruh anggota tubuh, maka telinga dan mata hanya akan melihat dan mendengar hal-hal yang baik. Sehingga melahirkan pemikiran, perkataan,dan perbuatan yang baik pula. Sebaliknya jika qalbu (otak) manusia buruk maka segala tindak tanduknya menjadi tercela.
Sangatlah penting untuk menjaga ketentraman qalbu (otak), dengan cara senantiasa mengingat Allah.
Allaziina aamanuu wa tatma'innu quluubuhum bizikril laah; alaa bizikril laahi tatma'innul quluub
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. (Ar-Ra’ad 13)
Ketika manusia tidak menggunakan tiga sarana yang diberikan oleh Allah sebagai bentuk kesyukuran, maka tempatnya ialah neraka jahannam, bahkan diibaratkan seperti binatang ternak.
Wa laqad zaraanaa li jahannama kasiiram minal jinni wal insi lahum quluubul laa yafqahuuna bihaa wa lahum a'yunul laa yubisiruuna bihaa wa lahum aazaanul laa yasma'uuna bihaa; ulaaa'ika kal an'aami bal hum adall; ulaaa'ika humul ghaafiluun
Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah. (Al-A’raf 179)
Pada ayat di atas menegaskan tiga fungsi organ penting, salah satunya qulub (jamak dari qalab). Qalbu berfungsi untuk memahami sesuatu, mata untuk melihat, dan telinga untuk mendengar. Dalam konteks ayat ini, dalam rangka memahami ayat-ayat Qauiniyah dan Qauliyah. Satu-satunya organ tubuh manusia yang berfungsi untuk memahami, menganalisis serta memikirkan sesuatu adalah otak.
Ditegaskan pula, yang membedakan manusia dengan binatang ialah, manusia memiliki segumpal daging yang lunak (akal/qalbu) dan mampu mensyukurinya (memfungsikan) sesuai dengan keinginan sang penciptaNya.
Qalbu bukan hati ataupun jantung manusia, tetapi otak atau akal yang digunakan sebagai sarana berpikir atau memahami sesuatu. Qalbu juga dapat difungsikan untuk memahami sifat-sifat kekufuran dan kesyrikan manusia.
Beberapa ayat Al-Quran yang menghubungkan kata qalbu dengan persoalan keimanan dan ruhul qudus diantaranya; Al-Imran ayat 8, Al-Hadid 27, An-Nahl 106, Al-Jatsiyah 23, Al-Fath 4, Asy-syu’ara 193-194.
Enam ayat di atas dan beberapa ayat lainnya menjelaskan bahwa qalbu merupakan sarana atau wadah pengajaran Ruh Allah, pusat ingatan, dan keimanan. Agar bisa menjadi orang yang beriman, maka manusia harus menjaga kebersihan dan memaksimalkan qalbunya (akal) untuk mempelajari ayat-ayat Allah.
Segumpal daging atau qalbu (otak), dapat diketahui ciri dan fungsinya diantaranya; Organ yang paling penting dalam tubuh manusia, sebagai motor penggerak organ-organ lainnya. Tempat bersemayannya ruhul qudus (God Spot) dan keimanan manusia. Dapat digunakan untuk menimbang dan memutuskan sesuatu. Sebagai sarana untuk berpikir dan memahami segala sesutau yang dilihat maupun yang didengar.
Beriman harus menggunakan akal, karena iman bukanlah sesuatu yang serta merta dapat diwariskan melainkan harus dipelajari dan dipahami menggunkan akal.
Wa maa kaana linafsin an tu'mina illaa bi iznil laah; wa yaj'alur rijsa 'alal laziina laa ya'qiluun
Dan tidak seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah, dan Allah menimpakan azab kepada orang yang tidak memfungsikan akalnya. (Yunus ayat 100)
Keimanan harus dipelajari dan dipahami sehingga menancap masuk ke dalam memori manusia dan berubah menjadi daya ingat, daya pikir dalam menjalankan semua perintah Allah serta mejahui semua laranganNya.
Iman tidak bisa didasarkan pada perasaaan subjektif seseorang, melainkan harus berdasar ilmu ruhul qudus yang bertransformasi ke dalam qalbunya.
Suatu ketika, Rasulullah Muhammad menolak pengakuan iman orang-orang Arab karena keimanan meraka hanya sebatas di mulut saja (lisan) belum bersemayam dalam qalbunya.
Qoolatil-A 'raabu aamannaa qul lam tu'minuu wa laakin quuluuu aslamnaa wa lamma yadkhulil iimaanu fii quluubikum wa in tutii'ul laaha wa Rasuulahuu laa yalitkum min a'maalikum shai'aa; innal laaha Ghafuurur Rahiim
Orang-orang Arab Badui berkata, "Kami telah beriman." Katakanlah (kepada mereka), "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah ‘Kami telah tunduk (Islam),’ karena iman belum masuk ke dalam qalbumu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun amal perbuatanmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Al-Hujurat 14)
Keimanan harus masuk atau bertranformasi ke dalam qalbu, tidak hanya sebatas diucapkan melainkan harus diaplikasikan. Sehingga menjadi pemahaman yang mempengaruhi pikiran, perkataan dan perbuatan sesuai dengan yang Allah perintahkan.
Penulis: Mario
Editor: Admadeva
Posting Komentar