Jahiliyah Bukanlah Penyembah Patung!

Jahiliyah Bukanlah Penyembah Patung!
Teodisi.com : Jalan pemikiran jahiliyah modern dewasa ini adalah menganggap bahwa sifat daripada kebudayaan adalah berkembang dari waktu ke waktu. Apa yang dulu 14 abad yang silam dianggap baik yang sesuai dengan kondisi pada saat itu belum tentu cocok untuk diterapkan dalam kehidupan masa kini, dimana hubungan antar bangsa sudah begitu rapat, sistem komunikasi yang begitu cepat serta perkembangan teknologi dan sains yang begitu maju, maka ide untuk kembali menempatkan ‘agama’ sebagai pedoman tata kehidupan umat manusia, menjadikan hukum-hukum ‘agama’ sebagai dasar hukum, menjadi ide yang tidak popular lagi. Satu-satunya langkah yang mungkin dapat dilakukan untuk menyelamatkan ‘agama’ adalah dengan jalan menempatkan pesan-pesan moralnya untuk dijadikan pelajaran budi pekerti, disamping hal-hal yang berhubungan dengan ritual sebagi aktivitas rohani, bagi kehidupan akhirat nanti. Itulah pandang orang hari ini.

Kenapa Muhammad diutus di arab? Jawaban umum orang-orang hari ini adalah karena pada waktu itu bangsa arab adalah bangsa jahiliyah. Pengertian mereka tentang jahiliyah adalah hidup di tengah belantara padang pasir yang panasnya membakar sepanjang tahun, gunung-gunung batu yang tandus serta sifat masyarakatnya yang nomaden. Mereka dikatakan jahiliyah karena sifatnya yang kejam, bodoh, dan barbar. Mereka hidup dalam kabilah-kabilah (suku-suku) eksklusif. Jika satu suku bertemu dengan suku lainnya di padang pasir satu sama lain saling baku hantam.


Mereka hidup dari berniaga dari satu dusun ke dusun lainnya, dan ditengah jalan seringkali mereka dicegat penyamun yang merampok barang-barang dagangan mereka. Mereka juga tidak mengenal Tuhan Allah, yang mereka sembah adalah berhala-berhala yang ditempatkan disekitar rumah tua. Di sekitar rumah tua itu terdapat lebih dari 300 macam patung yang disembah oleh tiap kabilah yang datang ke rumah tua itu. Judi, miras, prostitusi, pemerkosaan, pembunuhan, perampokan adalah masalah-masalah biasa dan sudah menjadi kebudayaan mereka. Hal yang demikian dapat terjadi karena bangsa Arab adalah bangsa yang -ummi- yakni bangsa yang buta huruf. Bahkan Muhammad diakui oleh pengikutnya sebagai Nabi yang buta huruf. Itulah gambaran massal manusia tentang pengertian jahiliyah.

Kalau kita mau berfikir secara rasional pengertian jahiliyah bukanlah seperti pemahaman tersebut di atas! Secara etimologi, kata jahala artinya bodoh, jahiliyah adalah kebodohan. Kenapa dikatakan bodoh? bodoh disini bukan berarti “tidak pandai”, atau tidak juga berarti “tidak bisa baca dan tulis”. Mari kita fahami apa yang dimaksud dengan jahiliyah di sini. Kita perhatikan surat ke-5 ayat ke-50 :

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan siapakah yang lebih baik hukumnya dari pada hukum Allah bagi kaum yang yakin.”

Di sini kata jahiliyah dihubungkan dengan masalah pilihan hukum. Allah sebagai satu-satunya pengatur yang mempunyai aturan/hukum yang harus ditaati oleh seluruh makhluk-Nya termasuk manusia. Hukum yang diciptakan oleh Allah dalam kehidupan manusia mempunyai tujuan yang sangat mulia yaitu membebaskan seseorang dari dosa atau kesalahannya agar orang tersebut kembali fitrah, tidak keluar dari garis fitrahnya, dengan demikian akan tercipta kondisi kehidupan manusia yang adil dan sejahtera.

Hukum yang diciptakan oleh Allah di alam semesta adalah untuk menjaga alam semesta dalam keadaan setimbang, sehingga kita bisa melihat alam semesta kita sangatlah teratur. Miliaran bintang dan galaksi bergerak dalam orbit mereka masing-masing dengan serasi. Galaksi terdiri dari hampir 300 miliar bintang yang saling berpindah sesamanya dan, yang mengagumkan, selama perpindahan dahsyat ini tidak terjadi satu pun tabrakan. Keteraturan tersebut menyebabkan tabrakan tidak terjadi. Lebih hebat lagi, kecepatan benda-benda di alam semesta berada di luar batas imajinasi manusia. Dimensi fisik luar angkasa sangatlah besar jika dibandingkan dengan pengukuran yang digunakan di bumi. Bintang-bintang dan planet-planet, dengan massa miliaran atau triliunan ton, dan galaksi, dengan ukuran yang hanya dapat dipahami dengan bantuan rumus-rumus matematika, seluruhnya berputar dalam jalurnya masing-masing di ruang angkasa dengan kecepatan yang luar biasa.


Terdapat kesetimbangan yang luar biasa dalam seluruh gerakan dinamis ini dan hal tersebut mengungkapkan bahwa kehidupan di alam semesta berlandaskan pada keseimbangan yang sangat cermat. Pergeseran yang sangat sedikit pun pada orbit benda-benda langit, bahkan hanya beberapa milimeter, dapat membawa akibat yang sangat serius. Beberapa di antaranya dapat sangat mengganggu sehingga kehidupan di bumi tidak mungkin terjadi.

Secara nature/fitrah, manusia dilahirkan bukan untuk mengatur. Yang berhak mengatur suatu makhluk adalah Sang Penciptanya sendiri. Makhluk tidak berwenang untuk mengatur makhluk lainnya. Jika Rasul Allah menghukum seseorang, itu dilakukannya dalam kedudukannya selaku mandataris Allah dan atas izin Allah, bukan atas kemauannya sendiri. Itulah landasannya Allah membuat hukum yang kemudian diperintahkan kepada para rasulnya untuk ditegakkan di bumi manusia, agar manusia berhukum kepada hukum Allah. Perhatikan surat ke-5 ayat ke-49 :

“Dan hendaklah kamu menghukum dengan apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti keinginan rendah mereka.”

Di samping hukum Allah, ada hukum bikinan manusia. Apa dasarnya bahwa hukum bikinan manusia adalah sesuatu yang rendah. Salah satu sifat dasar manusia adalah keinginannya untuk menguasai orang lain, atau nafsu berkuasa. Kekuasaan dalam segala aspek kehidupan adalah alat untuk memiliki. Nah, dalam rangka memiliki itulah manusia membuat peraturan-peraturan hukum. Hukum adalah alat yang paling efektif untuk melindungi kepentingan. Jika sebuah orde kekuasaan membuat aturan hukum, esensinya untuk memuaskan keinginan atau nafsu syahwatnya atau kelompoknya.


Hampir semua ayat-ayat yang menyinggung istilah jahiliyah selalu dihubungkan dengan penolakan manusia terhadap seruan utusan Allah agar hendaknya manusia jangan mengabdi kepada selain Allah.

Umat Musa yang mengusulkan dibuatnya ilah-ilah lain sebagai pengganti Allah, disebut jahiliyah bukan karena bodoh dalam arti lawan dari kata pandai. Mereka disebut jahiliyah karena tidak mau ber-ilah kepada Allah, tidak mau tunduk patuh kepada hukum Allah.

Iman kepada Allah tidak sebatas percaya kepada Allah atau Allah itu ada. Tetapi Iman kepada Allah adalah taat kepada perintah Allah, taat kepada hukum Allah itu sendiri. Iman mengandung esensi sebuah ketaatan, tidak hanya sebatas ketaatan batiniyah semata tetapi juga ketaatan secara fisik kepada hukumNya. Manakala hukumNya tidak diberlakukan, apakah bisa manusia taat kepada Allah?

Sebelum Muhammad mendakwahkan ajarannya kepada bangsa Arab, jangan disangka bahwa mereka (bangsa arab) tidak mengenal istilah Allah, mereka sebenarnya sudah mengenal nama Allah. Gambaran orang bahwa bangsa arab sebagai penyembah patung seperti kebudayaan yunani, adalah suatu khayalan yang tidak didukung oleh fakta maupun logika yang sehat. Sebenarnya bangsa arab bukanlah penyembah patung, karena mereka sudah mengenal nama Allah jauh sebelum Muhammad datang kepada mereka.

Tetapi kenapa Allah mengatakan bahwa bangsa arab pada waktu itu adalah bangsa jahiliyah? bangsa yang mempersekutukan Allah? Ini yang harus kita bongkar. Bukti bahwa bangsa arab pada waktu sebelum Muhammad diangkat menjadi utusan Allah sudah mengenal nama Allah, adalah sambutan yang diberikan oleh paman Muhammad yakni Abu Tholib dan seorang pendeta nasrani yakni Waroqah bin Naufal dalam acara pernikahan Muhammad dengan Siti Khodijah.

Sambutan Abu Tholib : 

“Segala puji hanya bagi Allah yang telah menciptakan kita dari keturunan Ibrahim dari bibit tanaman Ismael dari pokok Ma’aad dari cucu Mudar, yang telah menjadikan kita penjaga dan pemelihara rumahNya (Allah) yaitu ka’bah, pengurus dan pengatur tanah suciNya yang tanah dan Rumah itu untuk digunakan bagi ibadah haji dan untuk perlindungan yang mendatangkan keamanan, dan yang telah menjadikan kita sebagai hakim bagi segenap umat manusia. Kemudian daripada itu, sesungguhnya anak saudaraku ini Muhammad bin Abdillah, tidaklah dapat ditimbang dan dibanding dengan seorang laki-laki lain, baik kemuliannya, keutamaannya, keluhuran budi pekertinya, maupun kebangsawanannya, melainkan pasti dapat kemenangan, meskipun dia seorang yang tidak mampu. Karena memang harta benda itu ringan dan mudah lenyap, urusan yang menutup kebenaran, yang mengganggu kebaikan, dan barang pinjaman yang musti diambil kembali oleh yang punya. Demi Allah , Muhammad ini kelak akan membawa berita gembira yang besar, kepentingan yang amat berguna, dan tuntunan yang amat mulia. Sesungguhnya pada hari ini, telah menggembirakan bagi saudara-saudara ialah khodijah bin khuwalid yang telah dipinang dan diambil istri oleh Muhammad bin Abdillah dengan mas kawin baik yang tunai maupun yang ditangguhkan dari harta bendaku sebesar dua belas setengah aqiyyah adanya.”

Seusai Abu Tholib memberikan sambutan, berdirilah Waroqah bin Nauafal untuk mnyambut pidato Abu Tholib.

“Segala puji dan sanjung hanya bagi Allah jua , yang telah menjadikan kita sebagai apa yang telah engkau nyatakan tadi, dan yang telah memuliakan kita sebagai apa yang telah engkau nyatakan tadi. Kita kepala bangsa arab dan pahlawan-pahlawannya adalah orang yang ahli tentang itu. Tidak ada orang arab yang mengingkari akan kemuliaan saudara-saudara dan tidak ada seorang pun yang menolak akan keluhuran saudara-saudara. Maka itu saksikanlah wahai saudara-saudara bangsa Quraisy bahwasanya Aku pada hari ini, telah menikahkan khodijah binti khuwalid dengan Muhammad bin Abdillah dengan menyediakan untuk peralatan perkawinan ini 400 dinar.

Kutipan yang panjang lebar ini sengaja disajikan dengan maksud sebagai data nyata, bukti sejarah, bahwa fitnah orang tentang bangsa arab tidak kenal tuhan allah adalah bohong atau tidak benar. Karena mungkinkah orang yang menyatakan segala puji bagi Allah atau segala puji dan sanjung hanya bagi Allah jua itu adalah penyembah patung-patung (yang terbuat dari batu atau kayu)?

Yang menjadi masalah besar sekarang adalah mengapa bangsa arab dan dunia pada umumnya dinamakan oleh Allah adalah bangsa jahiliyah? Bangsa yang mempersekutukan Allah? Bangsa yang berbuat kedzaliman atau kelaliman?

Baca Juga : Islam Bukan Agama

Abu Jahal (sebutan bagi pemimpin bangsa jahiliyah) adalah orang yang sangat kental imannya kepada Allah, sangat dominan dengan perkataan-perkataan agamis dan ritus-ritus agamis di Ka’bah. Tetapi dia adalah orang yang tidak percaya, bahwa mengabdi kepada Allah harus taat dan tunduk patuh kepada aturan atau hukum Allah. Abu Jahal adalah orang yang yakin dan percaya bahwa alam-semesta dan manusia adalah ciptaan Allah, adalah Kerajaan-Allah. Tetapi disebabkan Muhammad adalah utusan A llah dia tidak mau mengimaninya. Kenapa dia tidak mau beriman kepada Muhammad? Karena Muhammad datang dengan membawa sistem kehidupan yang berdasarkan kepatuhan hanya kepada Allah, maka dia menolaknya, karena itu dia dikatakan orang yang ka fir kepada Allah dan utusanNya.

Bangsa Arab tinggal di jazirah Arabia, yang kita lihat pada peta dunia adalah satu titik tengah dunia atau jantungnya dunia. Pada saat itu mereka dijepit oleh dua kekuasaan besar. Di sebelah barat oleh imperium Romawi dengan Negara satelitnya, dan di sebelah timur oleh imperium Persia juga dengan seluruh daerah jajahannya yang merupakan Negara boneka. Kekuasaan politik adalah panglima dari aspek-aspek kehidupan lainnya. Artinya jika suatu bangsa yang berada di bawah kekuasaan Romawi, maka seluruh corak kehidupan manusia yang ada di dalamnya berkiblat ke Roma. Demikian halnya yang berada dibawah Persia, semua nilai-nilai budaya akan dipengaruhi oleh si Tuan Besar itu.

Yang perlu kita simak dari kedua imperium tersebut adalah perbedaan ideologi politiknya. Bangsa Romawi walaupun diperintah oleh raja-raja, namun corak kehidupannya liberal. Sebaliknya bangsa Persia, corak kehidupannya adalah komunis dengan peran militer sebagai kekuatan pengendali, namun demikian kedua imperium ini berakar pada ideologi yang sama, yaitu kehidupan materialism . Dua model kekuasaan tersebut berebut supremasi politik dunia, tetapi keduanya tidak mampu menciptakan suatu bentuk masyarakat international yang damai, adil, dan sejahtera. Mengapa demikian? Jawaban Allah sangat tegas, yaitu karena kedua sistem kekuasaan itu (liberal dan komunis) adalah bathil.


Bathil adalah istilah untuk menyatakan bahwa keduanya adalah isme-isme bikinan manusia yang tidak pernah ada buktinya dalam perjalanan umat manusia memberikan keselamatan adan kesejahteraan, tetapi mereka tetap memujanya. Perhatikan Surat ke-53 ayat ke-23 :

“(Dewa-dewa yang mereka puja) itu tidak lain hanyalah isme-isme yang kalian dan bapak-bapak kalian mengada-adakannya saja; Allah tidak pernah menurunkan ilmu seperti itu. Sesungguhnya yang mereka ikuti tidak lain hanyalah angan-angan belaka, dan sesuatu kebutuhan nafsu biologis, padahal sudah ada petunjuk untuk mereka yang berasal dari Pencipta mereka sendiri.”

Surat ke-2 ayat ke-177 :

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur (sistem timur) dan barat (sistem barat) itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah (menghadapkan diri kepada sistem Allah).

Bangsa Arab dari semenjak Abraham telah menata jazirah arab. Suku-suku yang ada di sana sudah memiliki simbol-simbol kehormatan semacam ini. Diantaranya adalah simbol Hubal, Latta, Uzza, Manaat, dan Nasr. Simbol-simbol tersebut adalah berbagai bentuk nama-nama, gambar atau bendera dari berbagai partai-partai yang ada. Ukir-ukiran dari kayu, batu, perunggu mewakili legenda seorang pemimpin atau mewakili norma-norma adat dan budaya leluhur / nenek moyang dari suku atau bangsa itu. Surat ke-29 ayat ke-25 :

“Dan berkata Abraham: "Sesungguhnya yang kamu jadikan pelindung selain Allah itu adalah berhala yang kalian jadikan lambang untuk menciptakan persatuan dan kasih sayang di antara kalian dalam kehidupan dunia ini, kemudian pada “hari tegaknya keadilan” sebahagian kamu mengingkari sebahagian yang lain dan saling menghujat satu sama lainnya dan tempat kembalimu ialah neraka, dan tak akan ada yang membela lagi.”

Budaya umat seperti ini adalah klasik, tak pernah hilang. Hampir semua bangsa yang katanya modern, eksis dengan budaya seperti itu.

Jadi demikianlah pemahaman jahiliyah, yakni dimana manusia atau bangsa mengaku atau merasa menjadi umatnya Allah, menjadi umat kesayangan Allah, tetapi mereka mengabdi kepada hukum yang selain Allah, membuat tata aturan hidup sendiri yang tidak berdasarkan kitab-kitab Allah. Ajaran Allah hanya dijadikan sebagai ajaran budi pekerti, tidak dijadikan sebagai aturan hidup atau falsafah berbangsa dan bernegara.

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama

Saran dan Masukan