Memaknai Hari Pengorbanan

Teodisi.com : Salah satu perayaan besar umat islam sedang diperingati, yakni IDUL ADHA, hari ini juga dikenal sebagai puncak ritual ibadah haji terutama saat wukuf. Hari ini dita ndai pada tanggal 10-13 Dzulhijjah atau hari Tasyrik.

 

Memaknai Hari Pengorbanan

Dalam sejarah Ibadah haji mulai wajib saat tahun ke-9 hijriyyah, meski Rasulullah Muhammad SAW berhaji ditahun ke-10. Selama sembilan tahun tinggal di Madinah, Beliau tidak pernah melaksanakan ibadah haji di Makkah. Beliau baru mengumumkan kepada para sahabatnya akan melaksanakan ibadah haji pada tahun ke-10 Hijriyah, karena peperangan Tabuk baru usai ditahun ke-9 Hijriyyah. Tahun ini dikenal juga Haji Wada, Atau Haji pertama dan terakhir Rasulullah, sebab 3 bulan setelahnya beliau wafat.


Baca Juga : Merenungi Makna Idul Fitri

 

Meski ada juga perbedaan pendapat mengapa Rasulullah baru melaksanakan haji di tahun ke-10 hijriyyah seperti dikutip dari buku The Great Episodes of Muhammad saw (Said Ramadhan al-Buthy, 2017), “Orang-orang musyrik melakukan tawaf dalam keadaan telanjang. Sungguh aku tidak akan melakukan ibadah haji sampai tidak ada lagi hal seperti itu,” kata Nabi Muhammad. Dan sejalan buku Membaca Sirah Nabi Muhammad Dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018), situasi dan kondisi yang belum kondusif seperti itulah yang membuat Nabi Muhammad enggan melaksanakan ibadah haji.

 

Idul Adha mempunyai makna syarat akan pengorbanan, keikhlasan, ketaatan dan ketaqwaan. Para pemuka agama islam meyakini bahwa adanya ibadah Haji bukanlah hal yang baru diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, tapi beliau hanyalah melanjutkan ajaran Allah,  Sang Tuan Semesta Alam. Ibadah Haji diperkenalkan kepada manusia pada zaman Nabi Abraham/Ibrahim, beliau diperintahkan untuk melaksanakan ibadah Haji.

 

Perhatikan Qs Al Hajj/26-27

 

وَاِ ذْ بَوَّأْنَا لِاِ بْرٰهِيْمَ مَكَا نَ الْبَيْتِ اَنْ لَّا تُشْرِكْ بِيْ شَيْئًـا وَّطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّآئِفِيْنَ وَا لْقَآئِمِيْنَ وَ الرُّكَّعِ السُّجُوْدِ

 

"Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), "Janganlah engkau menyekutukan Aku dengan apa pun dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, dan orang yang beribadah dan orang yang rukuk dan sujud."

 

وَاَ ذِّنْ فِى النَّا سِ بِا لْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَا لًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَا مِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ 

 

"Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh.

 

Jika kita pahami dengan baik awal perintah ini, pertama istilah Baitullah, atau dikenal Ka'bah sudah ada dari dahulu, jadi ajaran Rasulullah Muhammad bukanlah ajaran baru, atau buatan pribadinya, sebab ritual haji sudah ada sebelum beliau menjadi Rasul. Hanya saja ibadah haji yang syarat akan makna pengabdian, persatuan, ketaatan dan ketaqwaan tidak lagi dipahami secara hakiki, melainkan ajang ibadah bergengsi, sebab bisa dilaksanakan jika yang mampu, baik segi ekonomi dan fisik.

 

Kedua, Haji diserukan kepada manusia, bukan hanya untuk panggilan yang beragama islam, maka jika kita tak memahami haji itu berguna untuk apa bagi kepentingan manusia maka ayat ini akan salah arti dan makna


Baca Juga : Ramadhan Sebagai Nuzulul Qur'an

 

Begitupula ritual sa'i (berjalan kecil) pada ibadah haji diambil dari sejarah Sitti Hajar/Hagar yang menggendong Ismael/ismail berlari kecil diantara bukit Safa dan Marwah, lalu ismael menangis dan didapatnya sumur berisi air zam-zam, dalam Akitab peristiwa itu ketika diusir oleh Sitti Sarah/Sara, terbilang aneh jika ditinjau dari sisi Alkitab, sejarah dalam Alkitab disebut Ismael adalah Kakak Sulung dari Ishaq anak Sara, bahkan jelas dalam kitab Kejadian 17:24-26 Abraham umur 99 Tahun dan Ismael umur 13 tahun dikhitan bersamaan, saat itu umur ishaq saat disapih berarti maksimal umur 2 tahun, berarti Ismael sudah berumur 15 tahun. Maka tidak mungkinlah seorang ibu Siiti Hajar menggendong ismel yamg sudah berumur 15 tahun mengarungi padang pasir.

 

Namun proses pengusiran ini bukanlah pengusiran dalam hal kekerasan atau sifat keirian seorang Sara yang disangka umat kristiani  sehingga Abraham sempat marah dan ditegur olehNya, tapi melainkan perintah Allah kepada Abraham,

Abraham malah mempersiapkan pengurbanan DIA sebagai nabi merelakan anaknya mengemban peranannya ditanah Arab. Sebab dari turunan Ismael-lah hingga besarlah keturunan Abraham di timur tengah.

Dari sinilah kita belajar sikap Beliau, Perintah Allah no 1 dan Istri serta anak setelahnya.

 

Peristiwa lainnya seperti tanah yang tandus dapat menjadi air yang berlimpah, ini masalah ridho Allah, waktu dan Ilmu, Allah mengubah daerah tersebut menjadi penggenapan tak ada yang tak mungkin jika DIA berkehendak.

 

Ritual lempar jumrah pada haji, jika dirujuk pada sejarah Abraham, ternyata diambil saat Syaitan menggoda Abraham untuk tidak melaksanakan penyembelihan anaknya. Sehingga Abraham saat itu mengambil batu dan melemparkan sambil mengatakan "bismillahi allahu akbar", inilah juga dicontoh saat akan melempar jumrah pada ritual haji. Dari sini peristiwa ini kita belajar bahwa Syaitan kerjanya hanya memberikan godaan dari perintah yang bertentangan dari Allah, namun godaan itu banyak timbul dari dorongan hawa nafsu pribadi, barang siapa yang tergerak murni atasnama DIA untuk membesarkan ilmu dan ajaranNya atas dasar keikhlasan, ketaatan dan ketaqwaan maka ia akan digantikan dengan yang lebih baik olehNya.


Baca Juga : Sejak Kapan Anda Beriman

 

Thawaf dalam haji terjadi 2 kali yang pertama/Ifadhah wajib dan kedua dikenal Thawaf wada atau perpisahan, Thawaf adalah proses mencontoh seluruh benda langit, yang begitu taat pada aturan dan hukum.yg telah diundangkanNya, mulai dari bulan mengelilingi bumi, bumi mengelilingi matahari dan galaksi milky way dan bimasakti seakan punya poros tersendiri. Ketaaatan ciptaanNya dilangit dicontoh seorang utusanNya dan direfleksikan dalam bentuk thawaf, seluruh makhlukNya terkhusus manusia harus tunduk pada 1 pusaran sumber ketaatan, yakni DIA Pemilik Alam Semesta, maka tak ada utusanNya tidak mengajarkan mengabdikan diri hanya kepada 1 TUAN, sebab semua yang begitu teratur diatas langit pasti ada yang mengaturnya. DIAlah Sumber hukum yang Haq, DIAlah pengatur segalanya tak sedikitpun lalai dan lelah.

 

Setelah proses itu wukuf di padang arafah juga diyakini tempat pertemuan Adam dan Hawa dan sekaligus diyakini umat islam mainstream bahwa padang arafah adalah miniatur padang masyhar tempat berkumpulnya semua manusia saat dibangkitkan pasca hari kiamat untuk dihakimi. Jika seperti itu maka timbullah pertanyaan, apakah cukup seluas padang arafah mencakup seluruh manusia yang telah mati yang dibangkitkan? Apakah benar Kiamat itu hancurnya alam semesta? Bukankah Rasulullah Muhammad pernah berkata telah dekat masanya? Perhatikan Qs. 17/51, 33/63, 42/17, 67/27, 72/25 Bukankah azab sebelum kiamat ditimpakan kepada orang kafir? Ini berarti jika azab itu telah tiba kepada orang kafir pada zaman Rasulullah masih hidup berarti kiamat sudah dekat.

 

Dari wukuf kita belajar bahwa mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang disebut pakaian ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.

 

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ 

Labbaykallahumma labbayk, labbayka la syarika laka labbayk. Innal hamda wan ni‘mata laka wal mulk. La syarika lak. 

 

Artinya, “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh, segala puji, nikmat, dan segala kekuasaan adalah adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.”


Baca Juga : Apakah Musyrik itu?

 

Kalimat Talbiyah ini jika saat haji yang paling sering digemakan, sebab orang yang berhaji adalah undangan dari Allah, inilah cara Allah mengajarkan kepada seluruh utusannya, saat mereka telah berkuasa dibumi untuk memanggil seluruh pembesar atau pemegang kuasa ditiap daerah untuk membicarakan perihal suluruh masalah umat manusia.

 

Idul adha sering juga sering disebut lebaran Haji karena proses wukuf, kadang juga disebut Idul Qurban, Idul Nahr atau hari penyembelihan qurban. Agar maknanya dapat kita pahami dengan baik, Mari kita kaji dari sisi linguistik.

 

Dalam bahasa asalnya (bahasa Arab), istilah iduladha merupakan gabungan dua kata yaitu عيد dan  أضحى . secara harfiah dua kata ini mempunyai arti masing-masing. Kata  عيد "id" mempunyai arti ‘kembali” dan kata أضحى "adha" mempunyai arti binatang yang disembelih.

 

Adapun uraian lafaz adha (الأَضْحَى), lafaz ini berwazan af’alu (أَفْعَل) dan ia adalah bentuk jamak dari kata adhat (الأَضْحَاة) yang bermakna “kambing/hewan yang dijadikan kurban”. Lafaz adha bisa dijamakkan lagi menjadi adhohi (الأَضَاحِيُّ) dan yang seperti ini dalam istilah nahwu disebut dengan nama jam’ul jam’i (جَمْعُ الْجَمْعِ)/menjamakkan lagi bentuk jamak,

 

Hewan kurban itu sendiri dalam bahasa arab bisa disebut dengan empat cara (membaca) yaitu adhat (الأَضْحَاة), udhhiyyah (الأُضْحِيَّة), idhhiyyah (الإِضْحِيَّة), dan dhohiyyah (الضَّحِيَّة). Adhat dijamakkan menjadi adha (الأَضْحَى) dan masih bisa dijamakkan lagi menjadi adhohiyy (الأَضَاحِيّ). Udhiyyah dijamakkan menjadi adhohiyy. Idhhiyyah juga dijamakkan menjadi adhohiyy. Dhohiyyah dijamakkan menjadi dhohaya (الضَّحَايَا). Dengan demikian adhohiyy bisa merupakan bentuk jamak dari adha, udhhiyyah dan idhhiyyah

 

Jadi idul adha secara harfiah bermakna Hari Raya Berkurban, maksudnya hari raya kaum muslimin di hari tersebut menyembelih hewan kurban dalam rangka bersyukur kepada Allah, Sang Tuan Alam Semesta.


Baca Juga : Islam Bukan Agama

 

Secara semantik, dari bahasa asalnya, istilah iduladha mempunyai keberhubungan makna dengan istilah-istilah lainnya, diantaranya dengan kata nahr dan żabaha. 

 

Kata nahr diwujudkan sebagai kata kerja perintah yang diletakkan secara paralel dengan kata Sholat pada Surat al-Kautsar

 

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَا نْحَرْ

fa sholli lirobbika wan-har

 

"Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)."

(QS. Al-Kausar 108: Ayat 2)

 

Secara harfiah, kata nahr  berarti menyembelih, mengalirkan darah hewan kurban.

 

Kata żabaha disajikan dalam teks Al-Quran dalam surah As-Saffat ayat 102

 

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَا لَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْۤ اَرٰى فِى الْمَنَا مِ اَنِّيْۤ اَذْبَحُكَ فَا نْظُرْ مَا ذَا تَرٰى ۗ قَا لَ يٰۤاَ بَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِيْۤ اِنْ شَآءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

fa lammaa balagho ma'ahus-sa'ya qoola yaa bunayya inniii aroo fil-manaami anniii azbahuka fangzhur maazaa taroo, qoola yaaa abatif'al maa tu-maru satajiduniii ing syaaa-allohu minash-shoobiriin

 

"Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar."

(QS. As-Saffat 37: Ayat 102)

 

Sajian kata zabaha diantara ayat ini dengan bentuk “ażbahuka” dalam konteks peribadahan dengan berkurban. Teks ini disajikan dalam Al-Qur’an sebagai transkripsi komunikasi Abraham/Ibrahim dengan putranya, Ismael/Ismail, “ażbahuka” merupakan struktur lengkap yang terdiri dari subjek, predikat dan objek. Jika kalimat ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kurang lebih menjadi “aku akan menyembelihmu”. Dan ini menjadi momen awal atas munculnya perintah berkurban yang pertama kali.

 

Abraham/Ibrahim digelar Khalilullah/Kekasih Allah tak hanya disebut dalam Al-Quran, dalam Alkitab sangat banyak menyebut Abraham kekasih Tuhan, maka tak heranlah kita beliau diangkat sebagai nama yang disebut suri teladan yang telah menjadi teladan Nabi dan Rasul sekelas Musa, Isa dan Muhammad. (Perhatikan Qs. 60/4)

Tak hanya berhaji dan qurban menjadi teladan Abraham/Ibrahim ada juga berkhitan.

 

Abraham/Ibrahim meski punya kekayaan yang banyak tak menyurutkan ketaatan dan ketakwaannya kepada Sang Pencipta, Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, beliau memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaannya mencapai 12.000 ekor ternak, jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. 


Baca Juga : Apakah Anda Seorang Muslim ?

 

Hanya saja proses pengurbanan Abraham pada literatur dalil yang ditafsirkan agama jalur ismail dan israil dipandang berbeda, tapi kalau dicermati dengan baik ada kesamaan adegan yang digambarkan Alkitab pada Kejadian 22:1-18 dan surat As-Saffat 102-108, yakni ketika mendapatkan perintah Allah mengurbankan anaknya melalui mimpi, lalu hendak ditunaikan menyembelih anaknya maka itu digantikan dengan ternak. Inilah proses ujian pada keikhlasan, ketaatan dan ketaqwaan Abraham kepada Allah.

 

Tiap diri manusia adalah berdiri sama dihadapanNya, yang membedakan hanyalah nilai keikhlasan, ketaatan dan ketaqwaan. Manusia adalah hewan yang berpikir, dia berada pada puncak mata rantai kehidupan dari seluruh ciptaanNya, sehingga jika dia tidak terkendali oleh ajaran dan hukumNya maka dia akan merusak tatanan kehidupan, baik di darat maupun di lautan. Hidup manusia seperti ini disebabkan dia tak lagi mengenal Sang Pencipta, bahkan hendak menantangNya. Manusia seperti ini tak ayal seperti binatang ternak yang digembala hawanafsunya. Manusia yang semestinya mulia menjadi hina ketika hidup tanpa bimbinganNya, ini digambarkan jelas pada surah Al-Araf ayat 179:

 

وَلَـقَدْ ذَرَأْنَا لِجَـهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَا لْاِ نْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَا ۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَا ۖ وَلَهُمْ اٰذَا نٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَا ۗ اُولٰٓئِكَ كَا لْاَ نْعَا مِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰٓئِكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ

wa laqod zaro-naa lijahannama kasiirom minal-jinni wal-ingsi lahum quluubul laa yafqohuuna bihaa wa lahum a'yunul laa yubshiruuna bihaa wa lahum aazaanul laa yasma'uuna bihaa, ulaaa-ika kal-an'aami bal hum adholl, ulaaa-ika humul-ghoofiluun

 

"Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah."

(QS. Al-A'raf 7: Ayat 179)

 

Secara hakiki, Ibadah Qurban adalah pengorbanan, kita hidup dalam pengabdian kepadaNya harus menyembelih sifat kebinatangan, agar dapat menjalani ujian dariNya berdasarkan ilmu yang diajarkan dariNya, ilmu tersebut masuk melalui Mata atau Telinga, dan diolah dalam Otak. Binatang ternak juga mempunyai mata telinga dan otak, bahkan 8 sistem organ pada ternak juga ada pada diri manusia, namun yang membedakan adalah ketika manusia itu hidup dalam petunjuk Ilahi dan dapat membedakan mana yang haq dan batil melalui petunjuk itu.

  

Tafakkur

20 Juli 2021

RP

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama

Saran dan Masukan