Puasa Untuk Kemenangan

Teodisi.com : Tidak bisa dipungkiri seluruh peradaban manusia dari zaman ke zaman tak ada yang luput dari pantauan Sang Maha Kuasa, Dialah yang mempunyai langit dan bumi yg berkuasa atas kesetimbangan yang ada didalamnya, namun manusia merupakan eksponen penting sebagai makhluk dengan kasta tertinggi ciptaanNya, dibandingkan tumbuhan dan hewan. Bahkan alam ini beserta isinya baik tumbuhan dan hewan tersebut siap untuk menservis hidup manusia, dari sisi kebutuhan biologis/maupun pengetahuan/intelektual sehingga dari manusia itulah DIA mengutus utusanNya guna menyeimbangkan tata hidup manusia agar tidak melampaui batas.


Puasa


Manusia hidup berdampingan dengan alam maka selayaknya harus selaras dalam mengekplorasi dan menjaga tanpa merusak kesetimbangannya, maka manusia harus menahan diri dari keserakahan. Hasrat ingin menguasai dan memiliki sebagai sifat dasar manusia yang jika tak mampu dikendalikan maka akan menimbulkan kerusakan baik didarat, dilaut bahkan dilangit pun sebagai pengayom bumi dapat dirusak Atmosfernya.


Baca Juga : Sejak Kapan Anda Beriman ?


Sang Maha Kuasa, Sang Tuan Jagat Raya, Tuan Yang Maha Esa mensyariatkan sebuah sistem yang berfungsi untuk mengontrol keserakahan itu melalui utusanNya, baik itu melalui Nabi ataupun RasulNya. Bahkan dimulai dari kisah Adam yang diperintahkan untuk menahan diri untuk tidak memakan buah khuldi, yang akan menyebabkan dirinya ataupun keturunannya terjerembab dalam kehinaan bahkan kebinasaan. Selain itu banyak kisah setelahnya ada kisah Nabi Nuh, Hud, Saleh, Ibrahim, Luth, Syuaib, Musa. Inilah deretan utusan Sang Empunya Alam Semesta diutus untuk memberikan peringatan kepada manusia agar dapat menahan dirinya dari tipudaya hawa nafsu yang selalu mengajak manusia berbuat kerusakan yang akhirnya berdampak pada dirinya sendiri, bangsanya bahkan alam semesta.


Dari utusanNyalah kita mengenal makna hakikat dari menahan diri, mengontol diri dari keinginan rendah yang menyebabkan daya rusak yang hebat. Lalu makna itu diwariskan dari zaman ke zaman oleh para utusanNya, warisan itulah yang dikenal dengan sebutan Puasa pada hari ini. Kita perlu maknai kata warisan, ini berarti simbol yang mesti dijaga dirawat dan dipertahankan

 
Proses pengabdian manusia kepada Sang Pencipta harus dipahami secara fitrah, bahwa manusia adalah Hamba dan DIAlah Tuannya. Sang Tuan paham betul apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan ciptaanNya. Sebab sudah menjadi tugasNyalah mengubah tatanan hidup dan kehidupan manusia berubah menjadi seimbang, tertata, tentram dan damai sejahtera


Baca Juga : Apakah Musyrik itu?


Umumnya masyarakat memahami syariat puasa adalah menahan hawa nafsu dari terbit matahari sampai tenggelam matahari. Jadi, kamu tidak dapat makan dan minum selama berpuasa. Namun makna Hakikinya menahan diri dari godaan keinginan rendah dan jahat agar dirinya tidak keluar dari garis fitrah/melampaui batas akibat keserakahan, sewenang-wenang, dan tamak, Self control mesti dilaksanakan tiap hari bukan hanya pada bulan atau hari yg ditentukan itu.


Puasa meliputi, menahan makan, minum dan seks, mengendalikan dan menjaga lisan, pikir, kata dan perbuatan menjadi satu kesatuan yg tidak saling bersebrangan. Selain itu puasa juga berfungsi untuk memelihara kesehatan tubuh.


Meski ada beberapa golongan membagi klausul puasa, namun inti dari puasa adalah menjaga manusia agar tidak mengarah kepada kerusakan dan keburukan, dorongan tersebut berasal dalam jiwa tiap manusia yg dibekali emosi dan diatur oleh otak, tepatnya di hypotalamus, manusia harus hidup dalam kendali dan kontrol dari ajaran Sang Maha Pengatur Alam Semesta.


Dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 183 disebutkan perintah itu, jika ini tidak pahami dengan baik maka perintahNya akan gugur kepada kita.


"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa (shiyaamu/(الصِّيَا مُ) sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu (مِنْ قَبْلِکُمْ) agar kamu bertakwa,"

Pertama, seruan puasa kepada semua manusia yang bertitle iman/amanu, namun kita harus mengetahui seperti apa itu orang beriman, apa ciri-cirinya, apa perbuatannya, dan yang paling penting bagaimana kita memastikan diri kita adalah orang beriman yang diserukan ayat tersebut, sebab orang beriman saja yg diperintahkan bernada wajib untuk berpuasa.


Baca Juga : Islam Bukan Agama


Kedua, puasa bukan hanya diperintahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, tapi ada orang yang telah melaksanakan hal itu sebelumnya, kata min qoblikum harus ditelaah siapakah orang itu? Jelas sekali siapa utusanNya sebelum beliau, yakni Musa  dan Isa serta orang yang bersamanya.
Kata kum berfungsi dhomir/kata ganti orang kedua jamak laki-laki, ini bermakna dan dimaksud kepada Rasulullah Muhammad SAW dan orang yang bersamanya.


Ketiga, tujuan dari puasa adalah taqwa, ketaatan dan ketakutan hanya kepada Sang Pemilik Alam Semesta adalah hal yang wajib, agar diri kita juga selalu terjaga dan ditolong olehNya.


Jadi warisan Ibadah puasa sebenarnya sudah dilakukan oleh orang-orang sejak jaman dahulu sebelum Rasulullah Muhammad diutus.


Perhatikan Injil


Markus 2:18-20

[18]Pada suatu kali ketika murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi sedang berpuasa, datanglah orang-orang dan mengatakan kepada Yesus: “Mengapa murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?”

[19]Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa.
[20]Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.


Puasa ini bisa dilakukan diwaktu yang telah ditetapkan wajibnya 30 hari lamanya dibulan ramadhan, kifarat/denda dan sebuah nazar/keinginan yg diharapkan tercapai. Ada juga 9 jenis puasa sunnah lainnya seperti puasa syawal, arafah, tarwiyah, senin-kamis, daud, asyura, ayyaumul bidh, nisfu sya'ban.

Tak ada misi lain utusanNya selain kembali pada sistem warisan yang satu itu. Pada beberapa ayat di dalam Al- Quran, berkali-kali Tuan Yang Maha Esa menyebut kata Shiyam, bukan Shaum. Kata tersebut juga terulang hingga 7 kali, yaitu di Al-Baqarah 183, 187 dan 196, An-Nisa ayat 92, Al-Maidah ayat 89 dan 95, dan Al-Mujadalah ayat 4. Tetapi dalam waktu yang berbeda, Allah juga menggunakan lafaz Shaum, sebagaimana dalam surah Maryam ayat 26, "Inni Nadzartu li al-Rahmani Shauma, fa lan ukallima al-yauma insiyya".


Meski dalam perubahan kata dalam puasa selain Shiyam dan Shoum ada juga disebut dalam At Tahrim ayat 5 kata Saa'ihati.


Maryaam dalam bahasa aram, Mariam/Maria dalam bahasa Yunani, Maryam dalam bahasa Arab adalah orang yang sama yakni ibunda Isa/Yesus. Spesial nama Maryam dalam Al Quran karena dialah nama perempuan yang satu satunya disebut bahkan diabadikan dalam 1 Surah, pastinya ada makna warisan yang perlu dijadikan pelajaran dan dicontoh dari kisahnya.


Surah Maryam ayat 26 ini banyak ditafsirkan secara harfiah bahwa Maryam mengandung dan lahirkan Isa tanpa peran dan perantara bapak (Santo Yusuf/Yusuf Arimatea). Kaum yang tak mengerti akan memfitnah Maryam, sebab tiap kelahiran seorang utusanNya akan mengganggu konsistensi mereka yg rakus, tamak dan serakah dalam mengelola bumi.


Dalam ayat tersebut Tuan Semesta Alam berpesan kepada Maryam agar melakukan Shaum, melalui malaikat, Allah berpesan: "Makan dan minumlah serta bersenang-senanglah. Jika engkau melihat seseorang (mengingkari keadaanmu yang melahirkan anak tanpa ayah) maka (berilah isyarat)
bahwa engkau sedang melaksanakan shaum (sehingga) tidak akan berbicara kepada siapa pun hari ini"(QS. Maryam [19]: 26).


Baca Juga : Apakah Anda Seorang Muslim?


Makna Shaum dimaksud diatas adalah menahan diri untuk berbicara mengenai kelahiran Isa sebagai Utusan/MesiasNya. Pastilah ada maksud merahasiakan hal tersebut, sebab tak mungkin seorang perempuan suci yang diasuh dan diajarkan seorang nabi Zakaria dapat berbuat zina. Tentu saja kata Shaum pada ayat ini bukan berarti tidak makan dan minum karena awal ayatnya memerintahkan beliau makan dan minum.

Kata Shaum disini berarti menahan diri tidak berbicara karena ketiadaan manfaat pembicaraan ketika itu. Maryam memilih puasa bicara daripada berafirmasi atau membuat pernyataan-pernyataan positif dan spesifik yang ditujukan kepada diri sendiri.


Maryam tak menciptakan kontroversi dengan banyak bicara. Banyak bicara justru memperkeruh silang pendapat di masyarakat. Maryam justru menunggu satu protes sosial dari kaumnya sendiri. Puasa ala Maryam inilah yang wajib kita lakukan, bahkan bukan hanya di bulan Ramadan saja. Puasa dari bicara negatif, puasa dari bicara provokatif, puasa dari pernyataan adu domba.

Dalam tata bahasa arab kata Syiam dan Shoum hanyalah perubahan kata tinggal kita melihat pada kalimat apa kata tersebut ditempatkan, ada berfungsi isim masdar dan Shooma adalah fiil madhi bermakna menahan atau mengekang.


Shiyam dan Shaum memiliki arti yang sama yaitu menahan, tetapi bermakna berbeda. Shiyam mempunyai makna harus menahan sesuatu (makanan atau minuman) yang masuk ke mulut sedangkan kata Shaum bermakna harus menahan sesuatu yang keluar dari mulutnya atau diam; tidak berkata dan menahan diri dari berkata. Ironisnya, kebanyakan masyarakat sudah terlanjur salah kaprah berkepanjangan dengan menyamakan makna kata Shiyam dan Shaum.


Pada ayat lainnya kata Shoum, berubah disebutkan menjadi kata amsak, kata inilah dipakai ummat islam dengan kata Imsak sebagai tanda masuknya waktu untuk menahan. Ada juga dalam ayat lain kata nahan, dari asal kata inilah kata menahan dalam bahasa indonesia diserap dari bahasa arab.

Perhatikan Surah Al Mulk 67 ayat 21 dan An Nazi'at 79 ayat 40-41.

اَمَّنْ هٰذَا الَّذِيْ يَرْزُقُكُمْ اِنْ اَمْسَكَ رِزْقَهٗ ۚ بَلْ لَّجُّوْا فِيْ عُتُوٍّ وَّنُفُوْرٍ

am man haazallazii yarzuqukum in amsaka rizqoh, bal lajjuu fii 'utuwwiw wa nufuur

"Atau siapakah yang dapat memberimu rezeki jika Dia menahan rezeki-Nya? Bahkan mereka terus-menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri (dari kebenaran)."
(QS. Al-Mulk 67: Ayat 21)


وَاَ مَّا مَنْ خَا فَ مَقَا مَ رَبِّهٖ وَ نَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰى ۙ 

wa ammaa man khoofa maqooma robbihii wa nahan-nafsa 'anil-hawaa


"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya,"

(QS. An-Nazi'at 79: Ayat 40)


Banyak ayat menyebutkan kata yang berubah dari amsaka-yumsiku seperti pada ayat berikut :

Qs. Al Mulk 67/19 = Yumsikuhunna

Qs. An Nahl 16/79 = Yumsikuhunna

Qs. Al Hajj 22/65 = Yumsikus samaa'

Qs. Fatir 35/41= Yumsiku samawati, Amsakahumaa


Sebuah kesimbungan ayat merupakan pesan  informasi dari Tuan Semesta Alam, ujung dari shaum/menahan adalah Jannah. Itulah maksud ujung dari berpuasa dibulan ramadhan adalah kemenangan. Tujuan  berpuasa dalam ramadhan adalah manusia kembali fitrah, kembali hidup seimbang sesuai ajaranNya, menang dari segala perbudakan diri maupun bangsa.

فَاِ نَّ الْجَـنَّةَ هِيَ الْمَأْوٰى ۗ 

fa innal-jannata hiyal-ma`waa

"maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya)."

(QS. An-Nazi'at 79: Ayat 41)


Jadi syariat yang terjadi pada umat islam adalah rangkaian pesan dari Sang Maha Kuasa, jika manusia secara pribadi berhasil melaksanakan puasa maka dirinya akan menjadi pribadi yang taat dan hanya takut kepadaNya, tapi secara perjuangan para utusanNya dan orang bersamanya, jika kalian mampu hanya taat dan takut hanya kepadaNya maka kalian akan mendapatkan Jannah/Sorga baik itu di bumi maupun alam akhirat.


Sebuah hal yang ilmiah dan adil jika ada hal dilakukan dan diperjuangkan membuahkan hasil yang dapat dinikmati. Manusia secara individu berhasil melaksanakan puasa dengan benar maka dirinya menjadi pribadi yg taat dan sehat baik jasmani dan ruhani, jika orang beriman berhasil melaksanakan puasa dengan benar maka dia akan menikmati hidup damai sejahtera, tertata, tentram bercukupan, bagaikan hidup dalam surga.


Semoga bisa membuka mata wawasan kita agar puasa tidak hanya sekedar menggugurkan kewajiban, tapi mengetahui dasar ilmu mengapa kita melakukan puasa.

Kita akan bahas lagi dilain waktu tentang mengapa harus di bulan ramadhan kita menang, ? bukankah puasa bisa kapan saja?apa itu lailatul qadar?  Tentu apa itu idul fitri? Sebagai tujuan kita berpuasa dibulan ramadhan.


Bumi Sang Maha Kuasa,

21 April 2021

RP.

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama

Saran dan Masukan